KARANGASEM (DUDATIMUR) – Desa Adat Duda Timur memiliki tradisi kuno Siat api (berperang dengan api) yang dilaksanakan setiap tahunnya menjelang perayaan Ngusaba Dalam atau Ngusaba Dodol di Desa adat Duda.
Namun tradisi itu sempat vakum terahir dilaksanakan pada 55 tahun yang lalu ketika Gunung Agung meletus pada tahun 1963.
Mandegnya tradisi itu belum diketahui dengan jelas apa yang menjadi kendala dan alasan sehingga tradisi tersebut tidak di gelar.
Tradisi "Siat Api" yang merupakan salah satu kekayaan kebudayaan daerah sepatutnya dilestarikan sepanjang relevan dengan perkembangan zaman.
Setelah melewati diskusi yang cukup panjang, tradisi itu kembali dilaksanakan sejak tahun 2017 di Desa Pakraman Duda, Kecamatan Selat, Kabupaten Karangasem.
“Tradisi ini dilaksanakan bertujuan untuk memusnahkan sifat-sifat keraksasaan yang ada dalam diri manusia yakni ego, iri dengki, amarah,” kata Prebekel Duda Timur Gede Pawana, Jumat (24/2).
Kegiatan itu dilaksanakan pada senja hari (sandi kala) yang diikuti oleh para remaja (yowana) dengan penuh keceriaan dengan saling lempar prakpak danyuh (api yang membakar daun kelapa yang kering).
Selain itu, pihaknya kembali semangat mengadakan tradisi tersebut setelah Gunung Agung (Udaya Parwata) kembali aktif sehingga statusnya Awas ditetapkan pada tanggal 22 September 2017.
Kondisi ini membuat Desa mereka porak poranda dan sebagian masyarakat ada yang ngungsi ke Klungkung maupun Denpasar.
Ia bersama Bendesa adat Duda Jro Komang Sujana berusaha menggali dan mengaktifkan tradisi tersebut.
Sementara itu, Bendesa Adat Duda Jro Komang Sujana menambahkan,
pihaknya sepakat untuk menghidupkan kembali tradisi tersebut dan akan digelar setiap tahun.
Bahkan tahun depan akan di gelar "Siat Api Agung" yang melibatkan lebih banyak peserta.
“Ini juga sebagai ajang silaturahmi antar kerama adat juga remaja sekaligus meningkatkan rasa persaudaraan,” ujarnya.
"Siat Api" ini diiringi dengan gambelan Bala Ganjur dan nyayian nyayian sakral. *