• Hubungi
  • 082117177773

Senin - Jumat ( 7.00 - 13.00 )

NUSA DUA (DUDATIMUR) - Ketua Relawan Pasemetonan Jagabaya (Pasebaya) Agung Bali Gede Pawana menerima penghargaan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Pasebaya Agung yang diinisiasi oleh BNPB untuk menaungi 28 desa yang masuk Kawasan Rawan Bencana (KRB) Gunung Agung radius 8-12 kilometer pada tnaggal 17 November 2017.

"Penghargaan itu diberikan sebagai bentuk apresiasi terhadap pengabdiannya yang ikut serta menanggulangi bencana erupsi Gunung Agung dengan sukarela termasuk pembiayaan serta sarana prasarana," kata Kepala BNPB Willem Rampangilei di Badung, Kamis (22/2).

Hal itu disampaikan ketika menutup acara Rapat Kerja Nasional (Rakernas) BNPB dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC).

Penghargaan juga diberikan kepada Pramuka Peduli, Palang Merah Indonesia (PMI), Organisasi Amatir Radio Indonesia (ORARI) Karangasem, pengusaha dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).

BNPB juga berikan kepada 18 media massa yakni Metro TV, TV One, TVRI, Kompas TV, i-News TV, Kompas, Pikiran Rakyat, Republika, Media Indonesia, Koran Jakarta, Antaranews.com, Republika.co.id, Sindo FM, Okezone.com, Tribunews.com, Detik.com, RRI Pro-3, dan Elshinta.

Menurutnya, kinerja Pasebaya Agung akan dijadikan percontohan (role model) nasional dalam menganggulangi bencana.

Kesadaran itu mereka lakukan dengan sepenuh hati yang selalu memberikan informasi perkembangan aktivitas Gunung Api Agung (Udaya Parwata) selama 24 jam.

Selain itu, Pasebaya Agung juga memberikan edukasi bahaya erupsi gunung api sehingga masyarakat tidak ada korban jiwa apabila betul-betul meletus.

Upaya itu untuk menyiapkan setiap individu masyarakat tangguh terhadap kemungkinan terhadap bencana yang akan terjadi.

Sementara itu, Kepala BPBD Bali Dewa Made Indra menambahkan, pihaknya turut memberikan apresiasi kerja nyata Pasebaya Agung melibatkan ribuan relawan.

"Penanggulangan bencana, tidak saja tanggung jawab pemerintah, namun upaya yang patut didukung oleh masyarakat dan dunia usaha," ujarnya.

Sesuai dengan UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana yang diatur dalam Pasal 26, 27, 28, dan 29.

Untuk itu, BPBD Bali setuju Pasebaya Agung yang menjadi contoh nasional dibentuk oleh semua komponen masyarakat sendiri.

Oleh karena keselamatan masyarakat setempat tergantung dari kesiapan menghadapi bencana sewaktu-waktu, tidak saja bahaya erupsi Gunung Agung.

Pawana juga mendapatkan kesempatan menyampaikan kinerja yang dilakukan dalam penanggulangan erupsi Gunung Agung dihadapan 3000 perserta Rakernas BNPB.

Bahkan dihadiri oleh Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Asman Abnur.

Kehormatan itu diharapkan mampu meningkatkan kinerja Pasebaya Agung sesuai dengan rekomendasi yang disampaikan oleh pemerintah.

Pada kesempatan itu, pihaknya juga menyampaikan bahwa selain memperhatikan logistik pengungsi Pasebaya juga peduli membawa makanan untuk monyet Gunung Agung.

Binatang tersebut kehilangan  sumber-sumber makanan maupun kerusakan sumber-sumber mata air.

"Kami hanya mampu membawa makanan  monyet ini pada batas Kawasan Rawan Bencana (KRB) sesuai himbauan PVMBG," ujarnya.

Makanan monyet diperoleh hasil yang dikumpulkan dari warga yang peduli dengan kelestarian monyet Gunung Agung.

Makanan monyet itu  bersama Pecalang Jagaraga Karangasem disebar keberapa titik seperti Pura Pasar Agung Selat dan Sibetan.

"Adanya kepedulian yang tinggi dari oleh masyarakat mampu menyelamatkan populasi monyet yang masih tersisa," ujarnya.

Selain itu juga, ada pula komunitas masyarakat yang peduli kepada hewan Anjing yang ditinggal mengungsi oleh pemiliknya. 

Mereka membranikan diri masuk KRB untuk memberikan makan. Namun tetap koordinais dengan relawan Pasebaya Agung yang mendampinggi mereka di lapangan.

Upaya itu untuk mencegah terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.

Bahkan warga dihimbau agar selalu waspada menghindari bantaran sungai yang dialiri lahar dingin.

Pawana juga mengakui, sumber pendanaan murni dari swasaya masing-masing relawan.

Termasuk peralatan komunikasi radio baik Handy Talky (HT) secara swdaya dan kerjasama dengan ORARI Karangasem.

"Kami tidak bertanya apa yang negara berikan kepada Pasebaya tetapi apa yang Pasebaya berikan kepada negara," tutupnya. *

DENPASAR (DUDATIMUR) - Pedesaan menjadi idaman bagi semua orang  untuk dijadikan tempat tinggal karena memiliki nuansa yang indah, tenang dan damai.

Sementara pedesaan Bali jauh lebih unggul dibandingkan dengan daerah lainnya karena memiliki ciri khas adat dan keseniannya.

Keduanya telah menjadi budaya yang patut dilestarikan oleh pemuda desa yang diwariskan oleh para leluhurnya.

Menjawab tangangan era globalisasi yang telah berdampak pada kehidupan pedesaan tidak membuat surut semangat Desa Duda Timur dalam melestarikan budayanya.

Sehubungan dengan hal itu Prebekel Desa Duda Timur Gede Pawana menggagas Tari Penyambutan Masayuban yang mengenakan kostum warna "poleng" kombinasi hitam putih.

Pengarapan tarian tersebut kerjasama dengan Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar namun penari dan penabuhnya tetap melibatkan warga Duda Timur.

Tari Masayuban di Duda Timur menjadi maskot desa ditarikan oleh wanita dengan membawa "bakul" atau tempat hasil panen pertanian.

Pementasan memukau ribuan para peserta Prebekel Desa se-Bali dalam Rembug Desa di Denpasar, Minggu (21/1).

Pada kesempatan itu, hadir pula Gubernur Bali Made Mangku Pastika yang dinobatkan sebagai Bapak Desa.

Pawana menjelaskan, gagasan tarian itu yang menandakan semangat generasi muda sebagai penerus bangsa salam membangun desa.

Duda Timur memiliki hasil pertanian unggulan salak maupun hasil lainnya dari sawah.

Nama Masayuban berarti tempat bernaung bagi warga untuk mencapai tujuan hidup baik jasmani dan rohani.

Pemilihan warna "poleng" sebagai simbol "rwa bhineda" dalam sebuah kehidupan baik dan buruk selalu berdampingan.

"Untuk itu, saya akan selalu intropeksi diri, karena memiliki prinsip besok akan mati," ujarnya.

Hal itu juga mengingatkan dirinya dan mengajak seluruh warga agar menyadari kalau tinggal gunung api  bisa terjadi meletus untuk menjaga keseimbangan alam.

Namun hidup di pantai beresiko terkena tsunami, dekat sungai resiko kebanjiran.

Untuk itu, kewaspadaan terus ditingkatkan agar terhindar dari marabahaya.

Sekaligus pentingnya memanfaatkan waktu karena hari kemarin adalah sejarah, besok adalah mimpi dan sekarang akan melakukan ynag terbaik untuk mimpi agar jadi sejarah.

Tari Maskot Duda Timur sejalan dengan lirik-lirik Mars Desa, program Pemerintah Provinsi dengan Bali Mandata dan Pemerintah Pusat Nawa Cita Jokowi.

Pawana menyampaikan lirik lagu Mars Desa sebagai berikut.

Kini saatnya bagi kaum muda
Penuhi panggilan tugas mulia
Singsingkan lengan baju untuk nusa 
Berkarya bagi tanah air tercinta

Mengolah sawah, hutan, lautan
Merawat sumberdaya kehidupan
Satukan tekad gelorakan semangat
Membangun bangsa yang makmur dan berdaulat

Musyawarah menjadi pandu warga
Adat istiadat lestarikan sukma budaya
Gotong royong sandaran bekerja
Keadilan sosial tujuan bersama

Bebaskan desa dari jerat kemiskinan
Mewujudkan kemandirian sandang pangan papan
Bergandeng tangan tulus ikhlas berjuang 
Mengabdi desa membangun Indonesia
Mengabdi desa membangun Indonesia.*

KARANGASEM (DUDATIMUR) – Desa Adat Duda Timur memiliki tradisi kuno Siat api (berperang dengan api) yang dilaksanakan setiap tahunnya menjelang perayaan Ngusaba Dalam atau Ngusaba Dodol di Desa adat Duda.

Namun tradisi itu sempat vakum terahir dilaksanakan pada 55 tahun yang lalu ketika Gunung Agung meletus pada tahun 1963. 

Mandegnya tradisi itu belum diketahui dengan jelas apa yang menjadi kendala dan alasan sehingga tradisi tersebut tidak di gelar. 

Tradisi "Siat Api" yang merupakan salah satu kekayaan kebudayaan daerah sepatutnya dilestarikan sepanjang relevan dengan perkembangan zaman.

Setelah melewati diskusi yang cukup panjang, tradisi itu kembali dilaksanakan sejak tahun 2017 di Desa Pakraman Duda, Kecamatan Selat, Kabupaten Karangasem.

“Tradisi ini dilaksanakan bertujuan untuk memusnahkan sifat-sifat keraksasaan yang ada dalam diri manusia yakni ego, iri dengki, amarah,” kata Prebekel Duda Timur Gede Pawana, Jumat (24/2).

Kegiatan itu dilaksanakan pada senja  hari (sandi kala) yang diikuti oleh para remaja (yowana) dengan penuh keceriaan dengan saling lempar prakpak danyuh (api yang membakar daun kelapa yang kering).

Selain itu, pihaknya kembali semangat mengadakan tradisi tersebut setelah Gunung Agung (Udaya Parwata) kembali aktif sehingga statusnya Awas ditetapkan pada tanggal 22 September 2017. 

Kondisi ini membuat Desa mereka porak poranda dan sebagian masyarakat ada yang ngungsi ke Klungkung maupun Denpasar.

Ia bersama Bendesa adat Duda Jro Komang Sujana berusaha menggali dan mengaktifkan tradisi tersebut. 

Sementara itu, Bendesa Adat Duda Jro Komang Sujana menambahkan, 

pihaknya sepakat untuk menghidupkan kembali tradisi tersebut dan akan digelar setiap tahun.

Bahkan tahun depan akan di gelar "Siat Api Agung" yang melibatkan lebih banyak peserta.

“Ini juga sebagai ajang silaturahmi antar kerama adat juga remaja sekaligus meningkatkan rasa persaudaraan,” ujarnya.

"Siat Api" ini diiringi dengan gambelan Bala Ganjur dan nyayian nyayian sakral. *

Berawal dari kegusaran I Gede Pawana, Perbekel (Kepala Desa) Duda Timur, Karangasem, Bali, soal pendataan warga miskin yang tak pernah tuntas, kini desa itu punya aplikasi ”Smart Desa” yang memudahkan warganya.

Tinggal di desa tak berarti lantas hidup terbelakang. Justru di tengah musibah erupsi Gunung Agung, Desa Duda Timur di Karangasem yang berjarak 12 kilometer dari kawah di puncak gunung membuktikan hal itu dengan aplikasi ”Smart Desa”.

Aplikasi berisi beragam fitur itu membantu warga desa mendapatkan berbagai layanan publik hingga pengaduan tanpa terhalang selama 24 jam.

”Tak menyangka, aplikasi ini canggih dan memuaskan warga. Setiap warga dapat mengakses dan menggunakan seluruh pelayanan melalui aplikasi ini, tanpa batas. Semua warga terdaftar, dan jangan salah, detail rumah semua warga pun terekam. Jadi, aplikasi ini benar-benar mengedukasi masyarakat dan aparat desa untuk mengutamakan kejujuran,” kata Pawana (39).

Di aplikasi ini terdapat pilihan fitur, seperti profil, layanan, berita, laporan, komunikasi, dan lokasi. Termasuk lengkap. Sekali klik pula, data terpantau Pawana sebagai perbekel.

Ia memisalkan, warga dapat memotret kejadian apa pun untuk dilaporkan, dan langsung terhubung ke perbekel. Jadi, tak ada alasan aparat desa sedang tidak berada di desa. Aplikasi ini juga terkoneksi dengan PLN, rumah sakit, dan polisi guna mempermudah penanganan pelaporan warga.

Seorang warga yang juga Kepala Dusun Pasangkan Anyar, Wayan Gede Juniawan (32), sangat terbantu dengan aplikasi ini. Sebelumnya, ia harus mendata dengan mendatangi rumah-rumah warga. Misalnya, jika ada urusan surat kematian atau kelahiran anak, atau untuk pembuatan kartu keluarga.

Sekarang, yang semacam itu tak perlu lagi karena warga tinggal memasukkan data ke aplikasi tersebut. ”Kalau ada warga yang tidak punya HP Android, cukup SMS saya, lalu saya yang memproses data ke aplikasi. Gampang,” kata Gede.

Ibaratnya, tiada yang bisa disembunyikan warga, juga aparat, dari urusan data warga miskin, sampai pelaporan peristiwa dan surat-menyurat. Semua terekam di ”Smart Desa”. Pawana pun lega karena bisa membawa desanya lebih maju dari desa-desa lain di Bali, dan mungkin di Indonesia.

 

Melek teknologi

”Smart Desa” bermula saat Pawana penasaran terhadap pendataan warga miskin yang tak pernah selesai. Ia mencari informasi ke salah satu temannya yang melek teknologi, CEO PT Saebo Technology Sonny Kastara Dhaniswara, yang berdomisili di Jakarta.

Ia mengungkapkan keinginannya agar semua warga terdata, mulai dari pekerjaan, penghasilan, sampai ke detail rumahnya. Keinginan ini disebabkan ia anti-manipulasi data sehingga pemetaan desa harus lengkap.

Lewat ”Smart Desa”, ia sebagai perbekel juga tetap bisa dekat dengan warganya di dalam satu aplikasi yang sama, di mana pun berada. ”Kan, tidak semua warga tahu nomor telepon seluler perbekelnya. Jadi, ya, pemikiran saya bisa tertuang lewat aplikasi, dan semua teratasi,” ujarnya.

Pawana menambahkan, sebagai perbekel, ia ingin semua masyarakat Desa Duda Timur maju bersama, dan membangun desa bersama pula. ”Semua bekerja demi kemajuan desanya tanpa harus mengeluh sedang tidak berada di desa. Nah, aplikasi ini membantu sekali,” ujar Pawana bersemangat.

 

Tantangan teknologi

Bagi Sonny, pembuatan aplikasi ini menjadi tantangan teknologi. Kecanggihan teknologi informasi seharusnya tak membatasi digunakan di desa atau kota, skala kecil atau besar. Semua warga punya hak yang sama untuk mendapatkan akses informasi, dengan teknologi canggih sekalipun. Bisa jadi, aplikasi baru yang muncul di skala kecil justru mempermudah inovasi untuk kepentingan yang lebih besar lagi.

Sonny mengisahkan, pertemuannya dengan Pawana membawa kabar gembira, dan semangat membangun desa. Ia tak menyangka Pawana punya pemikiran ke depan, soal bagaimana warga berkemampuan memanfaatkan teknologi sehingga tak ketinggalan zaman.

”Tanpa pikir panjang, tantangan ini diterima Saebo. Tanpa pikir panjang pula, proyek ini diterima sebagai program CSR perusahaan. Pembicaraan itu terjadi sebelum erupsi Gunung Agung,” kata Sonny.

Serunya, ujar Sonny, ia tak menyangka bahwa hampir 80 persen wilayah Duda Timur tak bisa menangkap sinyal ponsel dengan baik. Kecenderungannya, nol sinyal. ”Wah, tantangan berat ini. Tapi kami pantang menyerah,” ujarnya lagi.

Justru, lanjut Sonny, keunggulan ”Smart Desa” ini ada pada eksistensinya yang tanpa jaringan seluler, tetapi mudah diakses melalui ponsel. Tim Sonny berupaya menggunakan semacam frekuensi tertentu. Hanya, ia belum mau membicarakan detail teknis aplikasi ini karena hak patennya sedang diurus.

Ia pun menjamin data yang masuk dalam aplikasinya itu akurat. Warganya yang berjumlah sekitar 1.000 orang itu tercatat karena berbasis kartu keluarga. Semua laporan yang masuk terekam dan lengkap, mulai dari siapa nama pelapor, berasal dari keluarga siapa, sampai detail pelapornya tinggal di rumah sebelah mana. Akurat!

Begitu pula layanan surat-menyurat prosesnya bisa 24 jam. Ini mengantisipasi jika ada kejadian seperti musibah yang mengharuskan proses surat-menyurat harus segera keluar. Apalagi jika ada warga yang terkena musibah dengan lokasi tidak berada di desa atau kecelakaan menyebabkan pingsan, aplikasi ini membantu, dengan salah satu fiturnya mencocokkan sidik jari. Warga yang pingsan ini dapat segera diketahui identitasnya melalui sidik jari yang terekam di aplikasi ini.

Semua kecanggihan ini bermula dari desa.... (Harian Kompas)

Tentang Kami

Desa Duda Timur merupakan desa yang terdiri dari daerah dataran, daerah perbukitan serta daerah perkebunan dengan temperature rata-rata 26ºC yang membuat daerah ini memiliki suhu cukup sejuk